Dari bulan sabit emas Asia Tengah, narkoba melewati perjalanan panjang untuk sampai ke Indonesia.
Sepintas lima kaleng merah itu berisi manis-* an bermerek Sheezan dari Lahore, Pakistan. Kalaupun dibuka, mata hanya melihat manisan berwarna coklat. Tetapi, tak dinyana di baliknya terdapat 3.455 gram heroin di dalam bungkusan plastik.
Tidak hanya itu, 524 gram sabu juga ditemukan terbungkus dalam plastik yang kemudian dimasukkan dalam kardus sachet kopi dan makanan ringan. Beratnya antara 10 hingga 100 gram. Semuanya diperkirakan bernilai Rp 4,5 miliar.
Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya menemukannya setelah menangkap YA alias YL dan DR alias AC di Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, akhir September lalu. Saat itu, anggota Ditnarkoba menyamar sebagai pembeli. Saat transaksi, keduanya langsung dibekuk. Barang bukti berupa sabu dan heroin diamankan.
Dua orang lainnya yang tertangkap adalah EM dan TSA. Selain mereka, tahanan LP Nusakambangan, Kapten alias Kris alias Samuel juga terlibat. Kalau lolos, sabu dan heroin akan dijual kepada pecandunya di sekitar Jabodetabek.
Modus lain yang digunakan untuk menyelundupkan narko-tika ke Indonesia sangat beragam. Pertengahan 2010 lalu, Badan Narkotika Nasional bekerja sama dengan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan menemukan lebih dari tiga kilogram sabu tersimpan dalam rongga baja setebal lebih satu inci.
Baja tersebut berbentuk silinder dengan dua bagian. Jika keduanya diputar, baja akan berputar dan terbagi dua. Bagian tengahnya terdapat rongga dengan diameter sekitar sepuluh sentimeter. Panjangnya lebih dari 30 sentimeter. Di dalamnya, tersimpan lebih satu kilogram sabu kualitas nomor wahid.
Semula, baja itu diduga sebagai suku cadang alat berat. Namun, bukan tidak mungkin baja tersebut sengaja dibuat untuk membungkus sabu. Ketika dimasukkan mesin X-Ray, sabu di dalam baja itu tidak terdeteksi karena lapisan baja terlalu tebal.
Penemuannya bermula dari kecurigaan petugas terhadap kardus besar yang masuk ke dalam X-Ray. Terdeteksi isi kardus itu adalah silinder baja, tetapi isinya tidak terdeteksi. Jika diketahui isinya sabu atau kristal, mesin akan menggambarkan warna-warni di layar, namun, kali itu kosong.
Petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ketika itu berada di Bandara Udara Halim
Perdana Kusumah curiga. Dia membongkar kardus yang berasal dari Cina itu. Ternyata, kecurigaannya terbukti. Di dalam silinder baja itu tersimpan kristal sabu berjumlah besar.
Beberapa bulan kemudian, Direktorat IV Narkoba dan Kejahatan Terorganisir Bareskrim Polri menemukan lebih dari satu kilogram sabu terbungkus alumunium tersimpan di balik kulit pelapis bagian dalam koper. Pe-nyelundupnya berasal dari Iran.
"Tidak hanya itu, ketika dibawa ke Indonesia, sabu juga disimpan di dalam kardus mainan anak-anak, bahkan di dalam kaki orang cacat," kata Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Tommy Sagiman.
Akhir 2009 lalu, sejumlah 1,6 kilogram sabu ditemukan tersimpan di kaki palsu sebelah kiri* milik MV (32) yang ditangkap di Terminal II D Bandara Soekarno Hatta.
Bagian dalam sepatu pria juga bisa dijadikan penyimpanan sabu. Tommy mengatakan, di Polonia, Medan, aparat menemukan dua bungkus sabu seberat 322 gram di dalam sepasang sepatu milik Muliadi Bin Zakaria, penduduk Kabupaten Bireun, Aceh. Penangkapan bermula dari kecurigaan petugas keamanan bandara terhadap gaya berjalan yang seperti pincang dan jawabanyang tidak jelas saat ditanya.
Penyelundup atau kurir narkotika tidak akan pernah habis. Dengan hukuman seberat apa pun, seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Narkotika nomor 23 tahun 2009, mereka tetap nekat. Hukuman mati tidak menyiutkan nyali penyelundup.
Bagi Tommy, seribu cra akan ditempuh para kurir untuk me nyelundupkan narkotika ke Indonesia karena harga narkotika di negeri ini sangat tinggi.. Bagaimana tidak, harga per kilogram sabu di Iran hanya Rp 100 juta. Di Indonesia mencapai Rp 1,5 hingga Rp 2 miliar.
"Indonesia menjadi sasaran utama perdagangan narkotika," kataTommy.
Penyelundup atau kurir kebanyakan adalah pengangguran atau pekerja tidak tetap. Ada juga yang nekat menjadi kurir karena kondisi ekonomi Indonesia lebih baik dari negara tempatnya tinggal.
Jalur pengiriman
Narkotika di Indonesia berasal dari daerah-daerah produsen terkemuka di dunia. Heroin dan sabu misalnya, berasal dari golden crescent, yaitu Afghanistan, Iran, dan Pakistan. Pasokan dari Afghanistan jauh lebih tinggi, yaitu mencapai 93 persen.
Dari jumlah itu, 12 persennyadidistribusikan melalui jalur utara ke Eropa dan Asia melalui Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kazakhstan.
Sejumlah 53 persen sabu dan heroin dikirim melalui jalur barat ke Eropa Iran. Tidak kurang dari 700 ton sabu dan heroin beredar di jalur ini setiap tahun.
Sekitar 35 persennya dikirim ke Asia Timur Jauh melalui Pakistan, khususnya melalui jalur Pakistan dan India. Negara tujuannya adalah Thailand, Kamboja, Malaysia, dan Indonesia.
Dari Pakistan, khususnya Karachi dan Lahore, barang haram itu dikirim ke Bangkok, Phuket, dan terus ke selatan melalui Songkla, Pattani-semua di Thailand-hingga ke Malaysia dan Indonesia.
Dari India, sabu dan heroin beredar ke Nephal, Mumbai, Chenai, dan Hyderabad, kemudian ke Kuala Lumpur, Port Klang, Melaka, Johor Baru, dan masuk ke Selat Malaka. Medan, Kepulauan Riau, dan Dumai menjadi tempat transit berikutnya. Melalui Kuching, narkotika terus masuk ke Indonesia melalui perbatasan Entikong ke Pontianak dan Jakarta. Juga melalui Nunukan ke Tarakan atau kota-kota lain di Sulawesi yang mempunyai hubungan transportasi dari Nunukan. c29 ed teguh setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar