Penyalahgunaan Napza di Indonesia smakin hari semakin memprihatinkan. Menghadapi fenomena ini pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai tindakan pencegahan agar dapat menyelamatkan generasi bangsa dari cengkeraman napza.
Napza telah menimbulkan banyak korban, terutama kalangan muda yang termasuk usia produktif. Masalah ini bukan hanya berdampak negatif terhadap diri pengguna, tetapi lebih luas lagi berdampak negatif terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat, bahkan mengancam dan membahayakan keamanan, ketertiban.
Besarnya masalah akibat penyalahgunaan napza ini, tentu saja perlu mendapat penanganan yang serius dari semua pihak. Karena masalah pemulihan penyalahgunaan napza bukanlah hal yang mudah, melainkan merupakan suatu proses perjuangan panjang yang memerlukan strategi dan pelaksanaan secara tepat, terintegrasi dan terarah.
Berbagai program rehabilitasi napza menjadi salah satu langkah yang serius dalam penanganan penyalahgunaan napza. Untuk itulah Lapas yang bertugas membina warga binaan juga berfungsi sebagai lembaga terapi dan rehabilitasi bagi penyalahguna napza, sehingga melalui program ini diharapkan, mereka dapat kembali berperan aktif di masyarakat dalam keadaan sudah lepas dari ketergantungan (adiksi).
Lapas diharapkan dapat menjadi pusat penanggulangan terpadu bagi penyalahgunaan napza, dimana lapas sebagai One Stop Centre yang menyelenggarakan terapi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap.
Untuk itulah sejak diresmikan tanggal 30 Oktober 2003, Lapas klas IIA Narkotika menerapkan sistem One Stop Centre (OSC) untuk pembinaan penyalahguna Napza khususnya para adiksi. Maksud dari OSC ini adalah menyediakan pelayanan terapi medis dan rehabilitasi sosial dalam satu atap. Sedangkan tujuan dari OSC ini adalah membantu proses pemulihan warga binaan dari ketergantungannya terhadap napza.
Dengan kegiatan ini diharapkan warga binaan bisa mendapatkan pembinaan yang sesuai dengan kebutuhannya selama menjalani masa hukumannya. Sehingga ketika mereka kembali ke masyarakat bisa mudah berintergrasi dan berperan aktif.
Membina para pecandu di dalam Lapas adalah hal yang tidak mudah. Hal ini dikarenakan tidak ada kata ’sembuh’ dalam penyakit adiksi (ketergantungan). Pecandu sering mengalami relapse (kambuh) meskipun pernah berhenti menggunakan napza. Kata yang tepat untuk menunjukkan seseorang telah lepas dari ketergantungan adalah ”pulih” atau ”recovery”.
Inilah yang kemudian membuat Kalapas Klas IIA Narkotika Cipinang saat ini, yaitu Wibowo Joko Harjono Bc.IP,SH,MM, atau akrabnya dipanggil Pak Joko, membuat tulisan tentang “ TERAPI DAN REHABILITASI NARAPIDANA NARKOTIKA MELALUI METODE CRIMINON DAN KESENIAN “, sebagai sumbangsih pemikiran dan tanggung jawab pelaksanaan program pembinaan warga binaan pecandu napza yang telah dijalankan selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar